Jumat, 12 Oktober 2012

Satu Hari Dalam Hidupku Part 3


Tettt…tetttttt. . teeeeeeeeeeeeeeettttttt. . Bel pulang sekolah berbunyi. Semua siswa di SMA 52 Bandung keluar dari kelas mereka masing-masing dengan cepatnya. Waktu pulang memang menjadi waktu yang paling ditunggu-tunggu anak sekolah. Banyak dari mereka yang sudah tak sabar merebahkan badan di ranjang mereka masing-masing. Ada juga yang sudah tak bisa menahan bunyi perut yang sudah menagih jatah makan. Sesampaiku di rumah, aku langsung menuju kamar untuk mengganti seragamku. “ Afi, lekas ke meja makan, ini makan siangnya sudah bunda siapkan” kata bunda padaku. “ Oke bun, Afi cuci muka dulu yah. . “ balasku. Saat aku keluar, sudah ada ayah dan bunda di meja makan, kami bertiga kemudian langsung menyantap menu makan siang kali ini. Bunda sudah memasak banyak siang ini,diantaranya  ada ayam goreng, tumis kangkung, dan perkedel kentang. Hmm sungguh berlebih untuk keluarga kecil kami. Aku ditakdirkan menjadi anak tunggal dari ayah dan bunda. Keluargaku bisa dibilang berkecukupan untuk hal materi, tetapi bunda mengalami penyakit tumor di rahimnya yang membuat ia tidak bisa mempunyai anak lagi, walaupun sudah dioperasi. Keluargaku sangatlah bahagia, sehari-hari aku dan ayah bunda selalu mempunyai waktu khusus untuk berkumpul, sekedar berbincang atau berdiskusi. Suasana harmonis selalu kami pupuk. “ Ayah, bunda. .  aku ke kamar dulu ya” kataku setelah selesai menyantap makan siangku. “ Iya sayang…” kata ayah sambil tersenyum.
          Lelah sekali. Hari ini aku benar-benar lelah. Baru saja kunaiki ranjang tidurku, HP-ku berbunyi. Oh Kak Tama rupanya. Entahlah aku tak mengerti benar mengapa belakangan ini Kak Tama sering mengirimiku pesan singkat. Aku pun membalas pesan Kak Tama dengan senang hati. Siapapun orangnya tak akan menyia-nyiakan kesempatan dekat dengan orang sesempurna Kak Tama. Tak lama kemudian, HPku berbunyi lagi. Sebuah nomer asing mengirimiku pesan . .  “ Afi bolehkah kutagih janjiku sekarang?”
Aku mengerjapkan mata dan menutup mulutku yang langsung menganga begitu tahu siapa pemgirim pesan itu. Dia adalah Pandu. Ternyata laki-laki itu benar-benar menagih janjinya.

Pandu yang daritadi sibuk mengalihkan panggilan masuk ke handphonenya kini tiba-tiba tersenyum sendiri menatap pesan singkat dari Doni. Pandu mendapat nomer telepon genggamku. Hal yang bagus dan awal yang baik untuknya. Pandu masih menyusun rencananya. Kemana nantinya ia akan mengajakku kencan, ia masih bingung. “ Ahaa,,kurasa aku punya ide. . “  kata Pandu pada dirinya sendiri. Sesaat sebelum Pandu memutuskan  untuk mengirimiku pesan , ia memutuskan untuk putus dengan Zita. Pandu ingin serius, serius memenangkan hatiku. Oleh karena itu ia harus tampak baik di depanku, ia harus memutuskan pacar-pacarnya. . Ya, Pandu memutuskan Zita dan Mita. “ Tapii Ndu, aku kurang apa sama kamu hiks. tapp. . tapii kamu gak bisa seenaknya dong hhhkks, tap. . tapii Ndu. . “  begitulah suara terisak dari Mita, diseberang telepon. Hal itu tak membuat Pandu mengurungkan niat untuk memutuskan Mita. Pandu bosan, ya, ia memang tipe laki-laki yang bosanan dan jarang setia. Telepon genggam yang sekitar 10 menit berada ditelinganya pun kini sudah berada digenggaman Pandu. Pandu menekan tombol ‘akhiri’ pada layar telepon. Seiring dengan akhir kisah asmaranya dengan Mita. Akhir yang tragis, bukan bagi Pandu tentunya, tetapi bagi Mita. Pandu sempat memikirkan perasaan gadis Indo-Jerman itu, ia tak bisa membayangkan bagaimana wajah Mita setelah ia mendengar pengakuan Pandu tadi, tepatnya keputusan Pandu tadi. Pasti Mita sedang menangis sejadi-jadinya dan meminta orangtuanya untuk mengirimnya kembali ke Paris untuk melampiaskan patah hatinya. Sungguh ironis. Tak lama kemudian, Pandu baru ingat bahwa ia memiliki janji dengan Zita. Cewek polos nan lugu ini benar-benar sudah takluk pada Pandu. Pandu memang ingin memutuskannya hari ini juga, tapi ia baru teringat bahwa ia harus menemani Zita makan malam. Pandu mengurungkan niatnya, setidaknya menunda.
          Begitu Pandu mendapat balasan dariku, Pandu hanya tertawa puas. Sesuai keinginannya, aku bersedia menepati janjiku, namun aku meminta lain waktu.
“ Apa yang harus kulakukan kak?Aku tak tahu lagi bagaimana agar dia menjauhiku L
“ Apa sebenarnya yang cowok ingusan itu inginkan? Mengapa dia mengganggu tuan putriku. “
“ Entahlah kak , aku malas menanggapi, tapi. .  dia terus memaksa agar aku menepati janjiku. “
“ Baiklah Afi,  kau bisa menepati janjimu jika kau ingin. . :)”
Itulah balasan singkat Kak Tama untukku. Sungguh aku tak mengerti, mengapa dia bisa setenang itu mendengar celotehku yang panjang lebar, maksudku adalah, mengapa ia tak terlihat khawatir? Sedikit saja kekhawatiran tak Nampak darinya. Sedangkan aku, mengharap ia khawatir.
          Kuputar ulang otakku. Ku ingat lagi semua kata-kataku padanya. Aku benar-benar telah berjanji padanya. Oh tidak  Tuhan. Aku tak sanggup berkencan dengannya. Apa ini sudah gila. Aku memegangi pelipisku dengan tangan kiriku, sedangkan tangan kananku sibuk membalas pesan gila dari Pandu. Ya, dia terus mengikutiku. . menghantui hidupku.
                                                               
“ Hey . . kurasa kau harus segera menepati janjimu~” teriak salah seorang laki-laki dari seberang kelasku. Dia Pandu. Astaga,” Hey kau!! Kemarilah, aku ingin menegaskan janjimu itu? Aku ingin kejelasan. .  ya kau, jangan berpaling dariku karena memang kaulah yang kuajak bicara nona. . “ kata Pandu terus. Aku hanya terdiam menatapnya dengan bingung dan  tak percaya. Mengapa ia tak menyerah juga? Aku sudah memperlakukannya dengan buruk selama dua minggu ini. Aku tak pernah peduli disetiap kehadirannya, aku tak mendengarkan ucapannya setiap ia bertemu denganku, Aku juga telah memblokirnya dari akun facebookku. Tapi entahlah, laki-laki ini benar-benar pantang menyerah.
          “ Gue minta maaf banget men. . sorry , kalian saja yang gantikan gue balapan hari ini. . gue ada janji” kata Pandu kepada Doni dan Riko. “ Ha? elu kenapa men?? Sejak kapan seorang Pandu membatalkan balapan akbar seperti ini?”  kata Riko berapi-api. “ Hah. . udahlah men, gue beneran ada janji nih. oke bye. “ balas Pandu singkat dan langsung meninggalkan dua sobatnya itu. Pandu memang ada janji. Pandu akhirnya mendapatkan yang ia mau, ia berhasil mengajakku berkencan. Walaupun alhasil, Pandu harus melakukan beberapa ritual sebelumnya. Aku memberikan banyak syarat sebelum menyetujui untuk pergi dengannya. Mulai dari Pandu harus melepas tindiknya, karena aku tak sudi pergi berkencan dengan preman. Belum lagi dengan gaya Pandu yang harus sopan, karena aku mewajibkannya untuk minta izin pada orangtuaku. Walaupun segudang alasan telah aku berikan, Pandu tetap tak menyerah. Ia meng’iya’kan semua syarat dan ritual itu. Dan kini, tibalah Pandu tepat di depan rumahku. Rumah bertingkat berwarna hijau lumut. Pandu yakin, inilah rumahku, alamat yang tertera sudah benar, dan kini, tinggal mempersiapkan mental untuk meminta izin pada orangtuaku.
                                                               
“ Hah, aku sudah lelah dengannya Sa, aku menyerah. . “ lirihku “ Tapi Fi, kamu gak gila kan? Pandu??? Ini Pandu loh!Salah satu anak berandal di sekolah, kamu benar-benar yakin akan berkencan dengannya?” kata Raissa tak percaya. “ Hmm, iya Sa. . aku tak kuasa lagi menolaknya. Dia itu gak pernah nyerah Sa, ya. . walaupun ini adalah ‘mungkin’ permainannya tapi aku sempat melihat kesungguhannya. “ kataku lagi. “ APAAA FII???Kamu tahu sendiri kan, Pandu itu benar-benar bukan laki-laki yang baik Afi. . Pandu itu terlalu buruk untukmu. Oh Tolonglah Afi, katakan padaku semuanya tak benar. Kau tidak mulai tertarik padanya bukan?” balas Raissa panik. “ Tidak. . tidak. . tidak. .  aku sama sekali tak tertarik padanya, aku hanya ingin memberi pelajaran baginya. . hahhahaa” kataku santai “ APA????pelajaran seperti apa Afiii?? Jangan bilang kau akan menerimanya sebagai pacar lalu kau mencampakannya dan kau puas nantinya? Oh tidak!” kata Raissa mulai teriak “ Hmm, entahlah,” balasku tersenyum misterius pada Raissa.  “ Apa??Afii!ayolah, serius padaku!” kata Raissa lagi.
“ hahahahha. . ya gak lah Sa!Aku hanya ingin memanfaatkan kondisi. “ balasku sambil tertawa
“ Ha? Memanfaatkan kondisi bagaimana maksudmu?” Tanya Raissa.  “ Begini. . saat ini Pandu sedang mengejarku, dan entahlah aku tak peduli ia serius atau hanya bermain-main, tetapi keuntungannya adalah ia menuruti apa yang kukatakan. “ kataku. “ Lalu??” Tanya Raissa lagi. Belum sempat menjawab pertanyaan Raissa, Bunda sudah memotong pembicaraan kami. Bunda tiba-tiba saja masuk mengetuk pintu kamarku.
“ Afi,, bukalah pintumu, ada temanmu disini” kata bunda. “ Baik bun…”
“ A. . FFF. I!” kata Raissa tak percaya ketika ia melihat langsung siapa yang sedang duduk di sofa ruang tamuku.  “ SSt. .  aku pergi dulu Sa, kamu boleh menginap dirumahku, mainkanlah laptopku, ok?” kataku tenang.  Raissa hanya diam masih tak menyangka akan keputusanku.
          Tiba-tiba Pandu memecah keheningan yang sempat merasuk di ruang tamuku saat itu. “ Hm, baiklah tante, bolehkah saya mengajak Afi untuk makan malam?” kata Pandu sopan
“ Oh tentu saja Pandu. . asalkan kau tak menculik putri semata wayangku ini. . “ balas bunda ramah. Aku heran sekali, mengapa bunda bisa seramah ini kepada Pandu. Oh andai saja ia tahu bagaimana Pandu sesungguhnya, aku yakin Pandu tak akan mendapatkan senyum ramah bunda. “ Baiklah tante kalau begitu, saya pamit dulu. “ kata Pandu lagi” Iya, hati-hati dijalan ya. .  ahh tapi. . tunggu nak” sela bunda saat aku baru saja naik ke motor Vixion milik Pandu. “ Ada apa bun?” tanyaku “ Obatmu sayang. kau belum meminumnya malam ini” kata bunda lagi.
Sekitar dua puluh lima menit diperjalanan, akhirnya aku dan Pandu sampai di suatu restoran ramai yang  lumayan mewah. Aku masuk bersama Pandu. Aku sempat terbelalak melihat sesaknya tempat ini. Sungguh aku tak habis pikir mengapa Pandu memilih tempat seramai dan sepenuh ini. “ Kenapa kamu memilih tempat ini?” tanyaku. “ Karena makanan disini enak. “ jawab Pandu tersenyum. Saat itu jantungku langsung berdebar kencang, aku tak mengerti, mengapa senyuman Pandu bisa membuat jantungku seperti ini. Ini bukan saatnya penyakitku kambuh, aku ingat sudah meminum obat hari ini, pikirku. “ Hey, . . kok diam saja? Silakan duduk J kata Pandu sambil menarik kursi untukku. “ ii. . iya , makasih. “ jawabku kikuk. “ Baiklah, kali ini kau ingin memesan apa ?” Tanya Pandu. “ Hm, terserah padamu saja . “ balasku singkat. “ Hm, oke. tunggu sebentar disini ya Fi,aku akan segera kembali dengan makanan yang pasti tak kan kau tolak” kata Pandu masih tersenyum. “ mm,baiklah. . kita lihat nanti Pandu. “ ucapku sambil tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan berkomentar :)