ASTRI EKAPUTRI (SOSIAL EKONOMI PERTANIAN UGM 2014)
ATIKAH GUSRIANDINI (ILMU KOMUNIKASI UGM 2014)
“Sampaikanlah,
walau hanya satu ayat,” demikian ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW kepada
umatnya suatu ketika. Ujaran yang sangat terkenal tersebut mengajak kita untuk
senantiasa menyempatkan diri berdakwah dan berbagi pengetahuan, kapan pun dan
dimana pun. Sebelum Rasullulah wafat pada tahun 632 M, dakwah kerap dilakukan
secara lisan. Baru pada tahun 644 M ketika Islam dipimpin oleh Utsman bin
Affan, sahabat Rasulullah dan khalifah ketiga, dakwah mulai dilakukan secara
tertulis. Pada saat itu Al-Qur’an sebagai kitab suci Islam mulai dibukukan,
digandakan dan disebarluaskan ke imperium-imperium Islam di penjuru dunia.
Di era
globalisasi ini, sarana dakwah semakin beragam, pesatnya kemajuan teknologi
mempunyai peranan tersendiri sebagai sarana dakwah. Kita tentunya mengenal
berbagai macam jejaring sosial seperti facebook, twitter, instagram, line,
whatsapp, path, soundcloud, dan lain sebagainya. Berbagai macam sarana dakwah
tersebut dapat dimanfaatkan untuk berdakwah dengan melalui update status tentang hadist, nasihat, ringkasan kajian majelis
ilmu, hingga kisah para sahabat. Dakwah melalui media sosial memberikan dampak
yang cukup besar bagi perkembangan masyarakat kita, terutama bagi remaja yang
sebagian besar menghabiskan waktunya untuk bermain media sosial.
Menurut Rogers,
manusia kini berada di interactive
communication era,
dimana new media
menjadi alat utama. New media sebagai
sarana dakwah memiliki dampak positif dan negatif di dalam penerapannya
sehari-hari. Dari segi positif, tidak ada lagi batasan untuk menyerukan
kebaikan dan menyebarkan ilmu, namun dari segi negatif, sering beredar berita
yang tidak benar atau menyesatkan. Salah satu contoh terjadi pada tanggal 20
April 2015 lalu, saat kita memasuki bulan Rajab. Ada banyak hadits dha’If tentang keutamaan puasa
Bulan Rajab seperti akan dihapuskan dosa seseorang selama delapan tahun jika menyebarluaskan
keutamaan puasa Bulan Rajab. Pesan-pesan tersebut disebarkan melalui pesan singkat
(SMS, BBM, WhatsApp, dll). Pesan-pesan ini membuat kerancuan karena ketidakjelasan
dalil yang digunakan. Kebebasan dalam menyampaikan informasi ini menimbulkan
masalah berupa kredibilitas sumber sulit dipertanggungjawabkan. Padahal dalam
Al-Qur’an telah dijelaskan tentang bahaya menyebarkan informasi yang salah
seperti yang dijelaskan dalam surah Al-Hujurat ayat 6, yang artinya:
“Wahai orang-orang yang
beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka
telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena
kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
Kemudian
ayat tersebut juga dikuatkan dengan surah Al-Isra’ ayat 36 yang menjelaskan
agar kita berhati-hatis terhadap ilmu yang kita tidak mempunyai ilmu
tentangnya. Selain itu, Rasulullah SAW., bersabda yang artinya:
“Barang siapa berdusta dengan sengaja atas
namaku maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di Neraka”. (Hadits shahih mutawatir).
Oleh
karena itu, kita harus lebih berhati-hati di dalam menyebarkan berita, terlebih
melalui pesan siaran karena melibatkan banyak orang. Itu hanyalah salah satu
contoh negatif media sosial sebagai sarana dakwah. Selain itu adanya media
sosial dimana kita bebas berekspresi dapat mengakibatkan timbulnya sifat riya’,
yaitu melakukan sesuatu agar dipuji oleh orang lain. Media sosial yang awalnya
digunakan sebagai sarana dakwah berubah menjadi ajang pamer dengan update status ketika sedang melakukan
ibadah, saling menghujat, bullying,
bahkan hingga mengunggah foto yang mengumbar aurat. Hal ini tentu bertentangan dengan
esensi dakwah sebenarnya, orang lain yang melihat foto tersebut dapat tergoda
imannya bahkan menjadi lalai dalam melakukan ibadah dan kewajibannya. Inilah
yang menjadi dampak negatif dari adanya media sosial.
Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa peranan teknologi sebagai sarana dakwah cukup efektif
dikalangan masyarakat. Semua orang mudah mengakses informasi maupun menggali
ilmu, namun apabila tidak digunakan dengan bijak, perkembangan teknologi dapat
berdampak buruk bagi diri sendiri dan orang lain. Dengan adanya media sosial,
kita dapat menyebarkan kebaikan seluas-luasnya dan mengajak kebaikan tanpa
batasan waktu dan tempat, namun apabila hal yang kita sebarkan bukan merupakan
hal yang bermanfaat, maka lebih baik kita tidak menyebarkannya terlebih apabila
hal tersebut dapat menyakiti atau merugikan orang lain. Jadi, sudah sesuaikah
niat dan cara kita berdakwah di media sosial? Mari kita renungkan dan perbaiki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan berkomentar :)