Aku sibuk memandangi seisi restoran sementara Pandu
beranjak pergi untuk memesan makanan, entahlah bukankah seharusnya pelayan yang
datang dan menghampiri kami, tapi sepertinya Pandu memang ingin langsung
memesan sendiri.
Aku masih takjub. Kupandangi
cat tembok biru muda Restoran Shanghai yang elok, lalu daftar menu andalan
dengan berbagai gambar ilustrasi yang tertempel di dinding belakang Resto,
kursi-kursi antik yang dipakai semua penikmat makanan resto termasuk yang
kupakai, belum lagi dengan busana yang dikenakan pelayan restoran , sangat unik
dan menurutku lucu. Dari semua yang kulihat, bisa dipastikan ini bukan restoran
biasa. Tapi mengapa Pandu harus mengajakku ke restoran mahal seperti ini,
bukankah ini hanya kencan balas budi biasa.
Pandu
datang memecah lamunanku. “ Hey, maaf
lama menunggu. . J“ kata Pandu sambil membawa dua piring besar dikedua tangannya. “ Hey,
iya gak papa. . ah? apa itu?” balasku santai. “ Ini adalah makanan special
buatanku. Ada kepiting bakar ala Pandu, lalu Sup jagung mix ayam ala Pandu,
lalu a. . “ belum sempat melanjutkan penjelasannya, aku sudah tertawa melihat
tingkah Pandu dan hal itu membuatnya terdiam seketika. Ia terlihat heran
mengapa aku bisa bereaksi seperti itu. Aku dan Pandu pun menikmati makan malam
itu.
“ Makan
malam hari ini special sekali bagiku fi. terimakasih karena sudah bersedia
menemaniku. Izinkan aku selalu dekat denganmu, boleh kan?
see you. . J“
Kata-kata Pandu tadi tak bisa
hilang dari benakku. Makan malam hari ini memang sangat special, bukan hanya
bagi Pandu tetapi juga bagiku. Laki-laki itu sangat berbeda, tak sama dengan di
sekolah. Pandu yang makan bersamaku tadi sangat baik, sangat lucu dan
mengesankan. Semua yang ia lakukan tadi membuatku selalu tertawa. Lepas. . rasanya
seperti terbang ke angkasa , bebas bertingkah sesuka hatiku. Aku merasa dekat
dengan Pandu, aku bahkan lupa dengan semua ulah Pandu yang sempat membuatku
membencinya. Apa mungkin Pandu sudah berubah?Tidak, tidak mungkin sebulan
mengenalku bisa merubahnya. Tapi , apakah salah jika aku berharap ia selalu
begitu padaku? Aku ingin Pandu selalu bersikap baik seperti tadi.
3 Bulan kemudian. .
Sudah
hampir 3 bulan ini aku selalu berhubungan dengan Pandu. Aku menjadi dekat
dengannya, sangat dekat.
Awalnya, aku sempat sangat menjaga jarak setelah makan malam itu. Aku mendapat kekangan keras dari Raissa apalagi setelah tahu bahwa Pandu adalah mantan pacar Zita, sahabatku. Aku bingung, aku sangat nyaman bersama Pandu. Pandu kini sudah berubah, setelah aku memintanya agar tetap bersikap seperti ia yang dulu, sebelum mengenal Doni dan Riko, ia pun menurutiku. Semua ia lakukan agar bisa berteman denganku. Aku sudah tahu banyak hal tentang Pandu. Aku tahu penyebab ia menjadi anak berandalan dan bertabiat buruk. Aku bahkan mengerti bagaimana perasaan Pandu bertahun-tahun hidup sendiri tanpa kasih sayang orangtuanya. Aku sangat bersimpati padanya. Setiap hari, aku selalu mendapat pesan dari Pandu. Pandu banyak bercerita tentang kehidupannya. Aku senang, kurasa Pandu telah benar-benar berubah. Pandu kini tidak pernah lagi balapan liar, clubbing, dan lain-lainnya. Pandu kini benar-benar menjadi sosok yang menawan. Aku senang ia berubah. Dan hal yang paling membuatku bahagia adalah mengetahui bahwa
Awalnya, aku sempat sangat menjaga jarak setelah makan malam itu. Aku mendapat kekangan keras dari Raissa apalagi setelah tahu bahwa Pandu adalah mantan pacar Zita, sahabatku. Aku bingung, aku sangat nyaman bersama Pandu. Pandu kini sudah berubah, setelah aku memintanya agar tetap bersikap seperti ia yang dulu, sebelum mengenal Doni dan Riko, ia pun menurutiku. Semua ia lakukan agar bisa berteman denganku. Aku sudah tahu banyak hal tentang Pandu. Aku tahu penyebab ia menjadi anak berandalan dan bertabiat buruk. Aku bahkan mengerti bagaimana perasaan Pandu bertahun-tahun hidup sendiri tanpa kasih sayang orangtuanya. Aku sangat bersimpati padanya. Setiap hari, aku selalu mendapat pesan dari Pandu. Pandu banyak bercerita tentang kehidupannya. Aku senang, kurasa Pandu telah benar-benar berubah. Pandu kini tidak pernah lagi balapan liar, clubbing, dan lain-lainnya. Pandu kini benar-benar menjadi sosok yang menawan. Aku senang ia berubah. Dan hal yang paling membuatku bahagia adalah mengetahui bahwa
……. . ia mencintaiku.
“ Fi, kamu gak suka kan sama Pandu? Kamu akan nolak dia
kan kalau dia
nembak kamu? “ ucap Zita sambil
menangis dihadapanku. “ A. . aku
, kenapa kamu gak minta balikan aja sama dia. . “ balasku singkat. “ Aku udah
minta Fi, tapi dia gak mau Fi, dia benar-benar sayang sama kamu. . L dan. . hhkkss
aa…aku gak bisa Fi “ ucap Zita masih menangis. Aku tak tahu lagi harus
bagaimana, aku tak mengerti mengapa untuk meng” iya” kan pertanyaan Zita di
awal tadi sangat berat bagiku, aku merasa aku ingin mengatakan tidak untuk itu.
Aku bingung, entah apakah aku memang harus mengakui bahwa aku juga mencintai
Pandu. “ Afi, kita
sahabat bukan?kenapa kamu diam saja Fi?tolong jawab fi!” kata Zita sambil sedikit
membentak. Aku hanya diam. Tak sadar airmataku sudah menetes. Aku hanya
menunduk sambil menghapus airmataku, tak kuat rasanya untuk memutuskan tidak
menerima Pandu, namun tak kuat juga aku menyakiti hati sahabatku. “ iya Zit,
aku gak akan nerima Pandu” ujarku lirih sambil tersenyum. “ Sungguh Fi?” kata
Zita lalu memelukku. “ Aku pergi dulu, “ balasku lalu meninggalkan Zita
secepatnya karena tak tahan menahan airmata dipelupuk mataku yang sudah
membendung. “ Baiklah, aku mencintaimu sahabat J “ ujar Zita tersenyum cerah ke arahku
yang mulai menjauh pergi.
“
Apa kau yakin Fi?” Tanya Raissa padaku. “ Aku tak tahu Sa, aku terdesak saat
itu, dan. . “ kataku lalu disusul airmataku. “ Afi…jangan menangis sayang L. Jangan pedulikan Zita ,
teruskan saja hubunganmu dengan Pandu. . “ ucap Raissa
“
Gak bisa Sa! Aku gak bisa egois begini. Bagaimanapun Zita juga sahabat kita
kan?” kataku lagi. “ Iya! tapi hubungannya sama Pandu kan sudah berakhir sejak
lama, bahkan sebelum kamu dekat dengan Pandu. Zita gak boleh dibiarin!” kata
Raissa serius.
“
Sudah Sa, aku gak apa apa kok. . kayanya aku sama Pandu memang gak akan bisa
bareng. “ ucapku lirih. “ Oh Afi L. . tapi Pandu benar-benar
mencintaimu sayang. . dia sampai berubah begitu itupun demi kamu Afi. “ balas
Raissa sedih. “ Pedih memang, aku harus merelakan tidak bersama Pandu dan harus
menjauhinya demi menjaga perasaan Zita. Tapi aku akan mencobanya. . “ balasku
tersenyum simpul. “ Apa alasanmu sehingga kamu bisa semudah ini mengalah?hey
girl. . gak boleh juga menyakiti hati sendiri!” kata Raissa lagi. “ Karna Zita adalah sahabatku. “ jawabku
singkat lalu pergi meninggalkan Raissa karena saat itu, Pandu tiba-tiba datang.
“ Kumohon padamu jaga rahasia ini. Kau tahu yang harus kau lakukan Sa,aku pergi
dulu” kataku cepat sambil berlari
meninggalkan kelas. “ Afi dimana Sa?”
Tanya Pandu. “ Mm, katanya dia lagi gak mau diganggu. “ jawab Raissa gugup. “ Benarkah?
padahal hari ini ia sudah janji menemaniku belanja untuk mama. “ kata Pandu
terlihat kecewa. “ Hm,oke Ndu, aku pergi
dulu ya,semoga beruntung!” balas Raissa lalu pergi.
Pandu
tak mengerti mengapa beberapa minggu ini aku tak pernah membalas pesan atau
mengangkat teleponnya. Padahal Pandu telah berencana untuk menyatakan
perasaanya dengan serius padaku. Pandu ingin memintaku menjadi kekasihnya. Pandu benar-benar menyayangiku. Pandu
merasa hidupnya sangat berubah setelah mengenalku. Kehidupan keluarganya pun
mulai harmonis kembali setelah Pandu mencoba menceritakan semua yang ia rasakan
pada mamanya. Pandu juga telah mengenalku sepenuhnya, termasuk penyakit
kelainan jantung yang kuderita. Aku pernah memberitahu Pandu bahwa
sewaktu-waktu bukan tak mungkin aku kehilangan nyawaku. Penyakit ini membuat
keadaan jantungku semakin melemah setiap harinya. Aku sangat tergantung pada
obat. Jika tidak minum obat, maka keadaanku akan memburuk sendirinya. Pandu
sudah tahu semuanya, hal itu bukan masalah baginya. Ia tahu bahwa aku adalah
orang yang kuat dan tak akan menyerah untuk sembuh. Ia juga yakin, aku akan
sembuh. Pandu selalu bertekad untuk menjagaku. Pandu ingin selalu ada
disampingku di saat apapun.
4 bulan kemudian. .
Sudah hampir 4
bulan aku mengabaikan semua pesan dan telepon Pandu. Bukanlah hal mudah bagiku
untuk menjauhi Pandu. Aku benar-benar merindukannya L. Aku
rindu tawanya, leluconnya, senyumnya, ahh segalanya. Aku merindukan Pandu.
Persahabatanku dengan Zita pun berjalan
baik. Karena baru saja kami memasuki kelas baru di kelas XII. Ya, tahun ajaran
baru sudah tiba, kini aku berada di jenjang akhir sekolah Menengah Atas. Bila
kuhitung, sudah hampir setahun aku bertahan mencintai Pandu.
Dan dia, dia masih bertahan menungguku J. Tak pernah
seharipun ia tak mengirimu pesan. Aku terkadang membalas pesannya, namun hanya
singkat dan tidak meninggalkan kejelasan atas perubahan sikapku. Bukan tak
pernah aku menangis karena terlalu rindu padanya. Bukan tak pernah pula aku
menangis akan semua kesedihan Pandu karena sikapku. Aku sedih tak bisa
menjelaskan apapun padanya, karena aku bingung harus berkata apa padanya. Pandu
tak akan membiarkanku mengalah hanya karena Zita. Aku sudah tahu itu, jadi aku
tak ingin memberitahu apapun tentang perubahanku. Raissa juga sudah kuminta
untuk tetap merahasiakan semuanya. “ Hey Afi Raissa! kalian tahu gak, kemarin
Pandu mengangakat teleponku loh. . ahh akhirnya dia mau juga angkat teleponku.
. huaaaaaaa aku senang bukan main, “ kata Zita berseri. Mendadak dadaku terasa
sesak, jantungku serasa sakit setelah mendengar ucapan Zita. Apakah Pandu sudah
tak mengingatku lagi? Apakah ia telah melupakanku?. “ Hm, oh ya Zit, aku ikut senang dengarnya, eh
Fi ayo kita ke kantin. . Zit pergi dulu ya!bye” kata Raissa cepat lalu menarik
tanganku untuk segera pergi dari Zita saat itu. “ eh aku ikut!” balas Zita tak kalah cepat.
Raissa terlihat kesal. Ia memalingkan
wajahnya padaku sambil menggelengkan kepalanya. “ Loh? kalian kenapa kok
diam?boleh kan aku ikut?” Tanya Zita lagi.
“ Mm maaf
Zit aku ingin bicara berdua saja dengan Afi!” kata Raissa tegas. “ Tapi aku mau
ikut!” ucap Zita sedikit berteriak. Aku tak menyangka mengapa kurasa Zita telah
sangat berubah dari Zita yang dulu ku kenal. Zita sekarang lebih egois, suka
membentak dan menjadi lebih manja. Entahlah, apa yang membuatnya berubah
seperti ini. “ Hmm, baiklah kau boleh ikut kok Zit. “ ucapku pelan. Raissa memalingkan wajahnya padaku sambil melotot menatapku pertanda ia
sangat tidak setuju atas keputusanku. Aku hanya tersenyum sedikit
memaksakan,karena sejujurnya aku juga kesal pada Zita, tapi sebagai sahabat,
tentunya aku akan tetap bersikap baik padanya walaupun ia telah menyakiti
hatiku.
Di
tengah perjalanan meuju kantin, aku melihat Pandu. Pandu yang sangat lama tak
pernah ku lihat. Ia terlihat kusam, dan seperti kurang tidur. Pandu yang
kulihat sedang duduk dengan Doni dan Riko dengan sebotol teh hangat didepannya. Apakah Pandu sakit? Oh Tuhan. . lindungi
dia L
Sesampaiku
dirumah aku menuju kamarku dan langsung menekan tombol panggilan tak terjawab. Kulihat
nomor Pandu dengan seksama, dan untuk beberapa saat aku tak berfikir apapun,
aku hanya ingin bicara padanya dan memastikan bahwa ia sedang baik-baik saja L. Baru
saja aku berpikir untuk mengiriminya pesan singkat untuk menanyakan keadaannya
,Pandu menelponku. Dan untuk pertama kalinya aku tak memikirkan Zita lagi. Aku
mengangkat telepon Pandu dan langsung menangis disana. “ Afi. . ?? Fi? Kamu
baik-baik saja ?” Tanya Pandu diseberang telepon “ hkss. . hkks. . I. . iiy. . ya
Ndu” kataku terisak. “ Kamu kenapa Fi? Kenapa jauhin aku kaya gini? Kenapa gak
pernah bilang apa – apa ke aku? Kalau aku punya salah, kasih tahu aku fi, aku
gak kuat terus begini, aku sayang kamu” ucap Pandu lirih. Tangisanku semakin
keras dan tak tertahan, airmataku semakin deras mengalir seiring terdengarnya
ucapan Pandu. Aku ingin berteriak bahwa aku juga sangat menyayanginya, aku
ingin dia tahu, tapi mulutku tercekat, kondisiku saat itu sedang kurang baik,
jantungku sedang kambuh. “ Afi? Jangan menangis L jika kau memang tak ingin kuhubungi
lagi, aku akan melakukannya. Aku hanya tak mau melihatmu menangis seperti ini” ucap
Pandu pelan. “ Maaf . . “ balasku
singkat kemudian mengakhiri panggilan dari Pandu. Kondisiku sedang tidak baik,
sudah 2 hari ini aku sakit demam, dan lagi – lagi jantungku kambuh. Aku mungkin
terlalu banyak pikiran dan kelelahan. Banyaknya aktifitas membuatku sempat
lalai minum obat. Ayah dan Bunda sedang berada di Singapura untuk menuntaskan penyakit
tumor bunda dan sedang berprogram untuk mempunyai seorang anak lagi yang kelak
menjadi adikku. Pandu yang biasanya mengingatkan untuk minum obat dan
beristirahat kini sudah jarang mengingatkanku karena jauhnya jarak antara kami.
Dan pada hari itu, kurasa aku bisa saja tiba-tiba pergi mengingat kondisiku
yang tak menentu. Kubuka lembaran diary lamaku yang hampir 1 tahun ini tidak
kutulis lagi karena aku sudah tidak membutuhkannya untuk menceritakan segala
hal, karena aku punya Pandu sebagai pendengar setia akan semua hal yang ingin
kuceritakan. Namun sekarang aku sedang tidak bisa meminta Pandu mendengarkan
segalanya. Kutulis semua isi hatiku tentang Pandu dan semua yang ingin kutulis.
Hingga tanpa kusadari aku pun tertidur.
Pagi
yang cerah namun tak secerah hatiku pagi ini. Ayah dan Bunda baru akan pulang 3
hari lagi. Mereka selalu meneleponku dan menanyakan seputar kondisiku tanpa
mereka. Aku mengatakan segalanya baik-baik saja, aku tidak ingin mengganggu
kelancaran pengobatan bunda disana. Sampailah aku di sekolah. Perasaanku lebih
baik karena tak lama aku sampai Raissa pun datang. “ Afi. . gimana fi
keadaanmu?masih sakit? L“ Tanya Raissa lembut. “ Hm,sudah baikan dikit Sa J aku gak
apa apa kok. “ ucapku tersenyum. “ Tapi Fi, kamu pucat sekali. Kita ke dokter
saja ya? “ kata Raissa. “ Tidak. . tidak. aku hanya butuh istirahat saja. “ balasku.
“ Tapi Fi L kamu harus ke dokter,atau aku menginap saja di rumahmu ya? Sampai ayah
bundamu pulang. “ pinta Raissa. “ Hmm, baiklah Raissa sayang J aku tak
punya pilihan lain kan. “ kataku tersenyum . “ Nah gitu dong J“ balas
Raissa
Sudah
beberapa hari ini Zita tidak bermain bersamaku dan Raissa. Sepertinya gadis itu
sedang senang mempunyai banyak sahabat baru. Walaupun sedikit marah dan kesal,
aku mencoba mengerti dan tidak mempermasalahkan itu. Sedangkan Raissa, ia
merasa sakit hati dengan sikap Zita. Raissa memintaku untuk tidak memikirkan
Zita lagi dan menghubungi Pandu secepatnya. Karena menurut Raissa, yang paling
kubutuhkan sekarang adalah Pandu.
Ia yakin, hadirnya Pandu akan membuatku lebih baik.
Aku sempat berfikir untuk menghubungi Pandu setelah tahu bahwa Zita sudah
mempunyai pacar baru. Namun ternyata aku salah, aku menyesal tak langsung
menghubungi Pandu, karena kini aku benar-benar tak akan menghubungi Pandu. Zita
datang memberitahuku bahwa ia memang telah memiliki pacar baru namun ia tetap
memintaku agar tidak berpacaran dengan Pandu karena ia merasa masih sakit hati
pada Pandu. Seperti biasa, aku hanya bisa meng” iya” kan walau sejujurnya
hatiku sangat sakit. Terkadang aku tak mengerti, betapa lemahnya aku ini, untuk
menolak dan bersikap lebih keras pada Zita saja aku tidak bisa.
Saat ini Raissa sedang menginap di rumahku. Raissa
tak henti-hentinya memarahiku karena mengapa aku mau menerima saja semua ucapan
Zita sedangkan Zita saja tak pernah memikirkan bagaimana perasaanku. Aku hanya
menangis kecil dipelukan Raissa. Aku sungguh lemah menyangkut hal perasaan. Raissa
ikut menangis bersamaku. Saat itu tiba-tiba saja ulu hatiku sakit, terasa
sangat nyeri, entah apakah jantungku yang sakit atau bagian dalam tubuhku yang
mana yang sakit. Semuanya terasa sangat sakit. Aku sesak nafas, dan akhirnya
terjatuh dari pelukan Raissa. Ternyata aku pingsan.
Raissa
bingung, ia menangis kencang dan berteriak memanggil namaku.
Badannya menggigil tak tahu harus berbuat apa
melihatku yang terkulai lemah di lantai. Raissa akhirnya memutuskan untuk
menelepon Pandu, karena saat itu hanya Pandu yang bisa ia andalkan. Tak lama
kemudian, Pandu sudah datang dan langsung menggendong tubuhku ke dalam mobilnya.
Raissa menangis sepanjang jalan dan menceritakan segalanya pada Pandu. Pandu
diam seribu bahasa dan hanya berfokus pada jalanan yang ia lewati. 15 menit
perjalanan, akhirnya tibalah Pandu dan Raissa di Rumah Sakit. Pandu
menggendongku sambil setengah berlari menuju ruang gawat darurat, sedangkan
Raissa masih menangis dan duduk disampingku. Aku langsung ditujukan ke ruang
ICU untuk mendapat perawatan. Dokter menyarankan untuk segera memesan ruang
inap karena aku akan dirawat inap. Pandu langsung ke bagian administrasi
mengurus segala keperluanku di rawat inap.
Pandu bingung. Ia langsung berlari meninggalkan
Papa Mamanya yang saat itu sedang makan bersamanya. Pandu hanya berkata aku
sedang membutuhkannya segera. Setelah mendapat telepon dari Raissa , Pandu
sangat khawatir padaku. Ia melajukan mobilnya dengan sangat kencang. Yang ia
inginkan hanya secepatnya sampai dan membawaku ke rumah sakit. Setelah
melihatku terkulai tak berdaya di lantai Pandu tak bicara apapun , ia langsung
menggendongku dan membawaku ke rumah sakit. Di perjalanan Pandu mendengar semua
penjelasan Raissa. Pandu kini mengetahui segalanya, ia tahu mengapa aku
menjauhinya selama ini. Dan Pandu semakin sedih ketika mendengar aku jatuh
pingsan saat sedang menceritakannya pada Raissa. Pandu meneteskan airmatanya,
ia terlalu tak percaya bahwa aku melakukan semua ini hanya demi Zita. Aku rela
mengesampingkan egoku demi Zita. Pandu marah pada Zita, sangat marah. Ingin
rasanya ia menjambak rambut gadis itu. Gadis polos yang ia kenal dulu dan kini
telah berubah beringas dan egois padaku. Pandu benar-benar akan mencari Zita. Ia
berjanji Zita tidak akan mengganggu hubungannya denganku lagi.
Raissa
segera menelepon ayah dan bunda. Ayah dan Bunda sangat khawatir padaku. Mereka
sangat mencemaskanku dan langsung memesan tiket untuk pulang. Sebenarnya ayah
dan bunda memiliki kabar gembira untukku, aku akan memiliki seorang adik. Program
ayah bunda untuk memiliki anak ternyata berjalan lancar. Atas izin Allah ,
keluargaku diperkenankan bertambah satu lagi.
Raissa
juga memberitahu Kak Tama yang kebetulan sedang libur kuliah dan berada di
Bandung. Kak Tama khawatir bukan main. Ia langsung datang menjengukku ke rumah
sakit.
Dan saat itu pula ia bertemu Pandu. Kak
Tama sangat heran melihat sosok Pandu sekarang. Ia begitu berbeda, terlihat
tampan dan berkarisma, jauh dari kesan berandalan dan ugal-ugalan. Kak Tama
sempat bertanya pada Raissa, bagaimana perasaanku padanya. Raissa menjawab apa
adanya. “ Bagaimana perasaan Afi padaku Sa? Aku sesungguhnya sangat
mencintainya sejak dulu. “ kata Kak Tama. “ Kak, Afi kini sudah melupakan kakak.
Ia mencintai Pandu seutuhnya, begitu pula sebaliknya Pandu juga mencintai Afi. “
jawab Raissa.
“ Tapi mengapa Afi secepat itu
melupakan aku? Mengapa harus Pandu? Ia tak pantas dengan Afi. “ kata Kak Tama
kecewa. “ Maaf kak, kak Tama bisa tanyakan langsung ke Afi setelah ia baikan
nanti, tapi tolong jangan pusingkan dia di saat-saat ini. Afi sedang sakit kak.
“ kata Raissa panjang lebar. “ Baiklah, aku akan mengerti Afi. Aku tak akan
rela membiarkan Afi dan Pandu bersama” ucap Kak Tama lagi dengan nada sinis. Entahlah
apa yang mengubah Kak Tama, mengapa ia tiba-tiba datang lagi dikehidupanku, dan
kini ia terlihat tidak suka dengan hubunganku dan Pandu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan berkomentar :)