Tepat
8 jam aku tak sadarkan diri, dan akhirnya aku membuka mataku. Di hadapanku sudah
ada Pandu, Raissa, dan Kak Tama. Mereka terlihat senang ketika aku akhirnya
membuka mata. “ Fi, akhirnya kamu sadar juga, kami sangat mengkhawatirkanmu L“ kata
Raissa. “ Iya Fi, bagaimana perasaanmu sekarang? Apakah sudah lebih baik?” Tanya
Kak Tama. Belum sanggup ku membuka mulut, Pandu seolah mengerti dengan
kondisiku, ia langsung berbicara pada Kak Tama. “ Maaf Tam, aku rasa Afi masih
lemah kondisinya, dia belum cukup kuat untuk banyak bicara. “ kata Pandu sambil
menatapku tersenyum menenangkan. Kak Tama terlihat kurang suka dengan sikap
Pandu yang menurutnya sok tahu. “ Oh baiklah, hmm siapa namamu? Pan..Pan siapa
ya aku lupa?” Tanya Kak Tama datar. “ Pandu. . “ balas Raissa sambil berusaha memecah
ketegangan. “Oh ya,siapalah kau, hmm bisa kita di luar saja, kurasa Afi butuh
istirahat agar dia bisa segera menjawab pertanyaanku tadi. “ucap Kak Tama masih
sama dengan nada datar. Pandu sebenarnya sudah merasakan sejak lama bahwa Kak
Tama tidak menyukainya sejak awal iamendekatiku. Pandu sadar itu dari setiap
tatapan Kak Tama. Ia bisa merasakan bahwa Kak Tama memang tidak menyukainya
berada dekat dengan Afi. Akhirnya Pandu dan Kak Tama keluar dari ruanganku.
Kak Tama duduk di bangku kayu rumah sakit sambil
menyesap kopi yang sudah ia pesan beberapa saat yang lalu. Ia menatap ke arah
Pandu yang tengah duduk di depannya. Tatapan itu seperti tak biasa. Ada sedikit
kebencian yang terpancar dari sorot matanya. Pandu hanya menatapnya tenang
sambil tersenyum simpul sekaligus sinis. Tak terjadi perbincangan diantara
mereka, hanya ada ketegangan disana. Hingga akhirnya Ayah dan Bunda datang. “ Nak
Pandu. . bagaimana Afi?” Tanya bunda panik. “ Baik tante, tenang saja, masa
kritisnya sudah berakhir, tidak lama lagi Afi pasti sudah dibolehkan pulang. “ jawab
Pandu menenangkan. “ Oh syukurlah, aku akan langsung masuk, oh ya Tama ya?apa
kabar nak Tama?” kata bunda lagi. “ Baik bunda. . silakan lihat keadaan Afi di
dalam” ucap Kak Tama ramah. “ Sudahlah bun, ayo kita masuk melihat keadaan Afi
dulu, ngobrolnya nanti dilanjutkan saja. “ ucap ayah tersenyum pada Pandu dan
Kak Tama. “ Iya, silakan om tante. . “ ujar Pandu tersenyum tak kalah ramah
dari Kak Tama.
Sesaat
Pandu merasa kesal. Ia melihat Kak Tama sok dekat dengan ayah bunda. Pandu
melihat itu dari caranya berbicara pada bunda tadi, mengatakan ‘bunda’ sebagai
sapaannya pada bunda. Hati Pandu terasa memanas. “ Oh rupanya kau sudah dekat
dengan orangtua Afi. “ ujar Pandu dingin. “ Hmm. . begitulah, seperti yang kau
lihat. “ ucap Kak Tama tak kalah dingin. “ Lalu? Kau tidak bertanya apakah aku sudah
dekat dengan mereka atau belum. Hahaha” kata
Pandu tertawa datar. “ Oh tentunya tak perlu, anak ingusan sepertimu bisa
ditebak langkahnya, maaf dik, aku selangkah lebih dulu daripada kau. haha” balas
Kak Tama tertawa sinis. “ Oh oh oh. . mengapa kau berpikir seperti itu? Betapa
yakinya engkau. aku sedikit kaget mendengarnya. “ kata Pandu lagi. “ Ada
masalah? Afi sudah menyukaiku sejak ia Masa Orientasi, bahkan kau tak tahu
bukan? Ia mau masuk OSIS juga karenaku. “ ucap Kak Tama. “ Lalu?apakah hal itu
cukup hebat bagimu?” ujar Pandu.
“ Oh tentu saja, karena aku juga
menyimpan rasa pada Afi, jadi aku selalu mendukung segala keinginannya dan aku
juga cukup kuat untuk melindunginya” kata Kak Tama lagi.
“ Apa maksudmu?” balas Pandu. “ Aku meminta baik-baik agar kau menjauhi Afi
dan mundur saja, aku tahu sejak aku keluar dari sekolah, kau lebih leluasa
mendekatinya, tapi kau harus tahu satu hal bahwa Afi masih punya perasaan
padaku. “ jelas Kak Tama tersenyum sinis.
“ Oh menyedihkan kau. “ balas Pandu
singkat. “ Haha, bisakah kau menjaga ucapanmu untuk lebih sopan lagi? Orang
sepertimu sangat tidak pantas dengan Afi!” ucap Kak Tama lagi.
“ Mengapa?Aku mencintainya dan dia pun
begitu. Sebentar lagi kami akan hidup bahagia bersama. “ balas Pandu lagi. “ Kau
begitu yakin bocah ingusan!Kita lihat saja nanti!” kata Kak Tama tegas. “ Aku
harus pergi menyelesaikan beberapa urusan, kau boleh bersenang-senang untuk
beberapa hari ini, manfaatkanlah sebaik mungkin karena saat aku kembali,
mungkin kau harus merelakan Afi sepenuhnya” ucap Kak Tama datar lalu pergi
meninggalkan Pandu.
“ Hey, kutunggu ucapanmu!Buktikan saja
jika kau mampu, Kak!” ucap Pandu tegas.
Tak terasa
ternyata tiga hari sudah aku berada di rumah sakit, dan akhirnya kini aku
diperbolehkan pulang. Aku pulang bersama Pandu ,Ayah ,danBunda. Raissa sedang
mengantar ayahnya ke bandara karena akan bertugas ke luar kota untuk beberapa
hari ini, sehingga Raissa tidak bisa ikut mengantarku pulang. “ Terimakasih loh
Pandu, sudah menjaga Afi dengan baik selama kami pergi. “ ucap Ayah. “ Ah Pandu
ngelakuinnya juga dengan senang hati om, gak apa apa, sama sekali gak keberatan.
“ balas Pandu tertawa jail ke arahku.
“ Baiklah, kalau begitu kamu tidak keberatan
kan jika harus mengantar dan menjaga Afi di sekolah?” Tanya ayah. “ Ah ayah
ngapain sih, aku kan bisa sama Raissa aja. “ kataku memotong. “ Dengan senang
hati yah. “ kata Pandu dan langsung mengundang tawaku dan bunda. “ Ada ada saja kau Ndu. . bagaimana kabar mama papamu? Mengapa tak
pernah berkunjung ke rumah sekedar bersilaturahmi?” kata bunda. “ Papa lagi di
Bali sama mama bun, mungkin nanti kalau Afi dan Pandu sudah resmi jadian , Papa
dan mama pasti berkunjung ke rumah. . hihi” jawab Pandu sambil melirikkan
matanya padaku. “ Hohoho. . memang anak
muda. . hahahhahaa” tawa pun pecah
diantara ayah bunda aku dan Pandu. Rasanya hari ini aku benar-benar bahagia,
Pandu yang telah lama kurindukan kini telah kembali.
Kini,
hubunganku dan Pandu telah membaik. Pandu telah menyatakan perasaannya padaku. Sore
itu Pandu mengajakku ke taman dekat rumah. Saat itu suasananya sangat ramai dan
menyenangkan. Sore hari yang sangat cerah secerah hatiku dan Pandu.
Banyak anak kecil bermain layangan,
burung-burung berterbangan di angkasa, dan bunga-bunga tampak mekar segar. Tiba-tiba
saja Pandu mengajakku untuk mengejar layangan yang putus milik salah seorang
anak yang tengah bermain. Tak terlalu jauh , aku berhasil menangkap benang
layangan itu. Karena terlalu asik mengejar layangan, aku tak sadar bahwa Pandu
telah menghilang. Entah ia kemana, saat itu aku bingung, hingga tiba-tiba sang
anak pemilik layangan menghampiriku dan membawa selembar kertas.
Aku membuka dan
membacanya.
“ Afitakilla Ratika putri. .
Aku mencintaimu setulus hatiku, aku
sempat lelah mengejar cintamu, tapi sampai saat ini aku tidak merasa lelah
untuk terus menyayangimu. .
Bolehkah aku tahu bagaimana perasaanmu
padaku? Maukah kau menjadi kekasihku?
Pandu J“
Saat itu aku sangat bahagia, aku terus mencari
sosok Pandu disekitarku. Aku terus mencari Pandu , mataku berpaling dari satu
arah ke arah lain mencari Pandu aku berteriak “ Pandu kembalilah kesini, kau
lihat? aku akan meninggalkanmu untuk mengejar layangan bersama laki-laki lain
jika kau tak segera kembali. Akan kuhitung 1 sampai 10. . dimulai dari seka. . “
ucapanku terhenti karena ternyata Pandu sudah berada tepat di belakangku sambil
menutup mulutku. Ia kemudian berlari, dan akupun mengejarnya. “ Kau harus tahu
bagaimana rasanya mengejar seseorang yang kita cintai, jadi kejarlah aku dulu
baru kau bisa memelukku sepuas hatimu” ucap Pandu ke arahku. Sampai akhirnya aku berhasil menangkapnya. “ Kena kau!
Hahhahaa. . “ kataku.
“ Lalu?” kata Pandu.
“ Lalu apa?” tanyaku
“
kapan kau akan memelukku?” ucap Pandu dengan raut wajah sedih yang dibuat-buat
“ Sekarang. . “
Setelah
aku memeluk sekaligus memukul pundaknya, Pandu mengambil posisi membungkuk dan
meraih kakiku, ia menggendongku dan mencengkram kuat kakiku agar tak terjatuh
ke belakang. Kemudian ia berkata. “ Bagaimana sekarang nona? Kau belum menjawab
isi suratku”
“ Kau juga
belum bertanya langsung padaku. “
“ Hmm, baiklah. . “
“ Apa?”
“ Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
bersamamu untuk satu kata. . “ kata Pandu
“ Apa itu?” tanyaku
“ . . selamanya.
“
Aku
meneteskan airmataku, aku merasa sangat bahagia akan semuanya. Aku tak sanggup
berkata-kata sejenak.
“ Aku. . bersedia. .
untuk satu kata. . “ kataku
“ Apa itu?” Tanya Pandu
“ . . selalu”
Pandu
berlari menggendongku berkeliling taman. Aku dan dia berlari mengejar layangan.
Hari itu adalah hari yang paling indah bagiku. Suatu hari dimana aku baru
mengerti arti kasih sayang. Bersama dia membuat waktu seolah berhenti seketika,
hanya ada aku, dia, dan cinta.
Satu
bulan bukanlah waktu yang lama bagiku. Kini aku dan Pandu telah jalan satu
bulan. Terlalu banyak hal menyenangkan yang telah kulalui. Setiap hal yang
kulakukan dengannya begitu berarti bagiku. Sesuai janjinya pada Bunda, orangtua
Pandu pun datang berkunjung ke rumah. Ayah Bunda terlihat cepat akrab dengan
orangtua Pandu.
Raissa dan aku semakin kompak , hanya
Zita yang tampak berbeda.
Ternyata, Pandu telah menemuinya saat
aku sakit dulu. Pandu meminta pengertian dan kesediaannya agar dia merelakan
aku dengan Pandu. Zita pada awalnya membenciku, berminggu-minggu aku dan dia
tak bertutur sapa. Aku sudah pernah meminta maaf padanya, namun hatinya sudah
tertutup oleh sakit hati. Pandu selalu meyakinkan segalanya akan baik-baik saja.
Aku pun percaya, entah bagaimana sakitnya hati Zita, bagaimana pun marahnya dia
padaku, suatu saat nanti, kami pasti akan rukun kembali, karena kami punya
cinta.
Saat itu Zita
menghampiriku dan Raissa yang tengah bercanda di kantin. “ Fi. . Sa. . “ katanya “ Iya Zit?” kataku. “ Ngapain kamu Zit, mau minta Afi sama Pandu
putus?never!” kata Raissa ketus. Sesaat
itu Zita meneteskan airmata dan memelukku sambil berkata “ Maafkan aku Fi, aku terlalu
egois, aku sangat jahat padamu. . L“ ucap
Zita dalam tangisnya. Aku sempat terdiam beberapa saat. Aku ikut meneteskan
airmata melihat betapa menyesalnya sahabatku dan akhirnya aku berbicara “ Iya
Zita, aku sudah memaafkanu. . lupakan semuanya ya, maafkan aku gak bisa nurutin
semua yang kamu mau L“ ungkapku terisak. “ Iya Fi, gak ada yang perlu kamu sesali, aku yang
salah. Aku mohon maafkan aku” kata Zita lirih. “ Iyaa aku sudah memaafkanmu. “ “ Aku mohon L lupakan semuanya Fi, aku gak mau ada
dendam diantara kita. Sa, maafin aku
juga ya L“ balas
Zita masih dalam tangisnya. Raissa yang sejak tadi diam kini mengeluarkan suara
“ Iya Zit, aku maafin kamu, aku percaya kamu akan kembali seperti dulu, mari
kita mulai segalanya dari awal lagi. “ balas Raissa tersenyum. “ Iya Zita, aku
sudah melupakan semuanya. terimakasih ya sudah mau mengerti” kataku. Akhirnya,
persahabatanku dengan Zita kembali membaik. Zita kini sudah benar-benar
mengerti dan melupakan Pandu. Segalanya terasa indah hingga tiba suatu hari aku
merasa tak dapat lagi berdiri dan terlalu lemah untuk berteriak minta tolong. Saat
itu aku sedang berada di toilet untuk berganti pakaian olahraga, setelah
teman-temanku berganti, aku masih diam di dalam toilet untuk merapikan rambutku.
Tiba-tiba saja dadaku terasa sesak,segalanya berubah gelap seketika.
Pandu
merasakan sakit di dadanya, perih. Begitu perih ketika ia melihatku terkapar
tak berdaya di ruang ICU. Aku mengalami serangan jantung dan koma. Dokter sudah
pasrah akan segala kemungkinan aku mengalami gagal jantung. Ayah dan Bunda tak
henti-hentinya melantunkan ayat suci al qur’an ditelingaku. Raissa ,Zita dan
Pandu juga tak pernah enyah dariku. Mereka semua sangat menyayangiku. Aku dapat
merasakan saat itu hanya ada Pandu di ruang inapku. Pandu menggenggam tanganku
dan terus berkata, aku pasti sembuh. Pandu meneteskan airmatanya. Ia tak pernah
membayangkan akan melihat aku seperti ini. Di saat-saat kritisku mulai reda,
Kak Tama datang lagi ke dalam hidupku. Ia datang menjengukku. Kak Tama terlihat
sangat sedih melihatku seperti ini. Ketika ia melihat Pandu menggenggam
tanganku ,sorot mata benci itu masih terlihat. Kak Tama menarik tangan Pandu
dan mengajaknya keluar ruangan. “ Bagaimana Pandu, kau sudah terlalu lama bersenang-senang
ya?” kata Kak Tama dingin. “ Sudahlah Kak, ikhlaskan saja Afi padaku. Ini semua
demi kebahagiaan Afi” balas Pandu tenang. “ Tidak! aku punya cara untuk
menyelesaikan semua ini. “ ujar Kak Tama lagi. “ Apa itu?” balas Pandu. “ Hm,
kutahu kau adalah mantan pembalap liar bukan?” kata Kak Tama “ Apa maksudmu?” Tanya
Pandu. “ Ku tantang kau untuk bertanding di area balap?kalau kau menang, aku
akan pergi jauh dari hidupmu dan Afi, tetapi kalau aku menang, Afi akan pergi
jauh darimu, bagaimana?” tantang Kak Tama. “ Kau gila . . tidak, aku tidak mau.
“ ucap Pandu datar. “ Aku hanya menawarkan jalan pintas penyelesaian semua ini,
bukankah mudah bagimu untuk mengalahkanku? Aku belum pernah balapan sebelumnya.
“ kata Kak Tama lagi. “ Aku tak mau menjadikan Afi sebagai bahan taruhan” balas
Pandu tegas. “ Kalau begitu, bagaimana jika kau menang, aku tidak akan
mengganggumu dan Afi, tetapi jika aku menang, aku akan tetap berusaha mengejar
Afi tak peduli bagaimanapun caranya, bahkan jika aku gagal, maka dia juga akan
gagal bersamamu. “
“ Apa maksudmu?” kata Pandu geram. “ Aku.
. mungkin membuatnya menghilang?” kata Kak Tama tertawa sinis. “ Lalu bagaimana
jika aku tetap menolak?” ujar Pandu
“ Kau akan tetap kehilangannya”
“ Itu artinya aku tak punya pilihan
lain?” Tanya Pandu lagi
“ Ya. kutunggu kau besok malam di
tempat biasa kau balapan dulu! “ kata Kak Tama lalu pergi meninggalkan Pandu.
Tidak
terasa sudah dua hari aku tak sadarkan diri. Aku pun tersadar dari tidur panjangku.
Ayah dan Bunda sangat bersyukur atas kesadaranku. Pandu juga tak henti-hentinya
mengucap syukur atas kesadaranku. Aku mulai membaik. Mereka selalu menemaniku
di rumah sakit. Pada suatu hari Pandu izin padaku untuk pergi sebentar, aku
mengizinkannya. Ternyata Pandu pergi untuk menyanggupi tantangan Kak Tama. Pandu
menyanggupi untuk balapan dengannya. Kak Tama sangat berbeda, ia telah berubah.
Kak Tama yang begitu baik dan berhati lembut tidak kutemukan di diri Kak Tama sekarang.
Tatapannya penuh kebencian, terutama pada Pandu. Aku tak mengerti mengapa ia
tiba-tiba datang di kehidupanku yang telah bahagia bersama Pandu. Kak Tama
menginginkan diriku. Ia merasa Pandu tak pantas bagiku. Sepertinya, cintalah
yang membutakan matanya. Cinta yang menurutku bukanlah cinta yang benar, tetapi
cinta yang memaksakan. Aku memang sempat mencintainya, namun itu dulu, sebelum
aku mengenal Pandu.
Malam
itu, Pandu terlihat telah siap dengan semua perlengkapannya. Helm yang dikunci
rapat, jaket tebal, sarung tangan, sepatu ,semua telah ia kenakan dengan baik. Semua
itu ia siapkan untuk menghadapi Kak Tama. Bagaimanapun kemenangan sangatlah
penting baginya kali ini. Pandu sudah tak tahan lagi dengan segala sikap bodoh
Kak Tama. Ia ingin mengakhirinya. Aku yang masih terbaring di ranjang rumah
sakit merasakan sesuatu yang tidak baik. Perasaanku kacau. “ Sa, dimana Pandu?”
tanyaku
“ Mm. . dia lagi pergi cari makan Fi. . sudah kamu
istirahat saja ya. “ balas Raissa.
“ Kamu bohong kan Sa? Jujur saja Sa,
kemana Pandu? Perasaanku tidak enak. “ ungkapku lagi. “ Afi. . aku takut kau
akan marah” balas Raissa. “ Apa? katakan saja , tolong” pintaku
“ Mmmh. . se. . sebenarnya, Pandu saat ini sedang
balapan dengan Kak Tama. “ ucap Raissa gugup. “ Apa??!dimana mereka
sekarang?aku harus kesana!” kataku terkejut
“ Aku juga tak tahu Fi, aku sudah
melarangnya , tapi. . entahlah, laki-laki sangat sulit diberitahu. Aku menyesal
karena menyerah begitu saja. Maafkan aku Fi L“ ucap Raissa sedih
Aku hanya diam tak percaya dan langsung
berlari menuju tempat Pandu dan Kak Tama berada. Sebenarnya aku belum tahu
pasti letaknya, tapi aku ingat dimana Pandu sering balapan dulu. Aku terus
berlari tanpa mengindahkan panggilan suster dan Raissa yang kebingungan karena
aku langsung mencabut selang infus yang terpasang di tanganku.
Aku berlari semakin kencang dan
menyusup ke dalam taksi. Akhirnya, aku berhasil melarikan diri dari Raissa dan
para suster.
Aku
sampai di suatu areal balapan yang terletak cukup jauh dari tempatku dirawat. Aku
berjalan di tengah kegelapan. Tidak terlihat banyak orang , dan tidak ada lampu
yang cukup disini. Hanya cahaya lampu motor yang berlalu lalang. Aku
melanjutkan pencarianku hingga aku menemukan sosok Pandu tidak jauh dariku. Aku
terus berlari mencoba mengejarnya “ Pandu!!!Hentikan!!” teriakku padanya. Pandu
tak mendengarkanku, ia semakin kencang melajukan motornya. Mendadak dadaku
terasa sesak sekali. Aku gemetar melihat laju motor Pandu yang sangat kencang. Aku
takut, aku khawatir akan terjadi hal buruk padanya. Aku terus berteriak
memanggilnya. Tiba-tiba saja aku melihat motor Kak Tama menyusul, sungguh tak
kalah laju dari motor Pandu, aku masih berteriak untuk menghentikan semuanya. Ternyata
bukan hanya Pandu dan Kak Tama yang balapan , banyak motor lain yang juga
kulihat. Hingga akhirnya kakiku terasa lemas, aku tak dapat berlari lagi. Aku
terjatuh di tengah jalan. Rasanya nyeri di dadaku semakin menjadi-jadi. Aku
dapat melihat dari kejauhan Pandu hampir sampai di garis finish. Aku mencoba
menggerakkan bibirku untuk memanggilnya. Aku bangkit dan menggerakkan kakiku
perlahan,namun entah mengapa, belum sempat kumelangkah lebih jauh, aku
merasakan tubuhku terhantam keras. Kakiku mati rasa, badanku melesat jauh. Aku
sangat kesakitan. Samar-samar kudengar banyak orang berteriak histeris. Dan
sekejap, segalanya berubah menjadi gelap.
Aku telah pergi.
Aku
telah pergi untuk selamanya. Ayah, bunda, Pandu, Raissa, dan semua keluargaku
sangat kehilangan. Pandu tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri. Ayah
dan Bunda selalu mengibur dan mengatakan bahwa semua ini bukan salahnya. Kak
Tama mengalami depresi berat setelah mengetahui aku meninggal dunia karenanya. Ia
benar-benar merasakan kehilangan dan penyesalan yang dalam. Ia sempat mencoba
bunuh diri. Jiwanya sakit, hidupnya suram dan kelam dengan bayang-bayang
sebagai seorang pembunuh.
Sisa hidupnya harus ia jalani di rumah
sakit jiwa.
Ayah dan Bunda tak semudah itu merelakan aku pergi.
Mereka sangat terpukul atas kepergianku. Namun ayah dan bunda tak larut dalam
kesedihan. Mereka telah lama mempersiapkan jika suatu hari nanti aku pasti akan
pergi, mengingat penyakit yang ku derita. Namun tak ada yang menyangka bahwa
aku pergi bukan karena penyakitku.
andu benar-benar kehilangan separuh
jiwanya. Ia merasa tak berdaya terus bertahan hidup seperti ini. Jiwanya
meronta tak bisa menerima kenyataan sepahit ini. Namun seiring bergulirnya
waktu, Pandu mulai bangkit kembali setelah membaca buku harianku. Pandu ingin
aku tenang di sana, bahagia melihatnya yang dapat terus hidup tanpaku.
Untuk
Panduku yang tampan J…. .
Pandu, aku bersyukur bisa kenal
dan merasakan cintamu. Aku bahagia
Pandu…
entah akan sama atau tidak jika
bukan kamu yang mengisi sisa hidupku ini.
Pandu. .
Saat kamu bingung apakah
hidupmu layak atau tidak,
Kamu akan tahu bahwa hidupmu
sangat berguna ketika kamu melihatku tersenyum J
Aku ingin kamu tetap menjadi
Pandu yang sekarang, yang terlalu berharga untuk
disia-siakan.
Aku berdoa pada Tuhan, agar
bisa menjadi melodi indah dalam hidupmu
Kau tahu SATU HARI DALAM HIDUPKU yang
sangat indah?
adalah satu hari dimana aku mengenalmu.
Dan SUATU HARI DALAM HIDUPKU yang
paling kuimpikan?
Adalah suatu hari dimana kau tak pernah
menyesali pertemuan dan perpisahan kita
Kau terlalu berharga untuk
disentuh kesedihan J Jangan lupakan aku, namun pergilah dari kesedihan ini .
.
Semoga nanti, kau akan bertemu dengan seseorang yang searah
dan setujuan atau mungkin kalian menuju tempat baru atau menciptakan tujuan
baru J
Terimakasih telah mencintaiku
setulus hatimu,
Afi. .
--------------------------------------------------------------------------------------------
Untuk Ayah
Bunda tercinta. .
Ayah,
Bunda. . maafkan aku terlalu banyak
menyusahkan. . Tak ada kata yang dapat kurangkai lagi untuk menggambarkan
betapa bahagianya aku memiliki orangtua seperti kalian.
Aku ingin
berteriak ke seluruh dunia…
“ AKU
ADALAH ORANG PALING BERUNTUNG KARENA MEMILIKI ORANGTUA SUPER J“
Afi cinta
Ayah. .
Afi cinta
Bunda…
Oiya bun,
salam untuk adik ya ^^
Salam
cinta sayang cium buat adik
Maaf Afi
gak bisa nemenin adik. . Afi sayang sama adik. .
Ayah
jangan galak-galak sama adik ya. .
----------------------------------------------------------------------------------------------
Untuk
Raissa J yang selalu kusayangi
Sahabat
yang tak pernah pudar.
Terimakasih
untuk segalanya. Aku mencintaimu selalu
Sa J
Hmm, dapatkah
kau melihatku sekarang?
Aku sedang
berlari mengitari bintang senja mengenakan gaun indah berwarna pelangi. .
Lihatlah
satu bintang yang paling bersinar itu ,
. . tersenyum untukmu
Afi
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan berkomentar :)