Angin sepoi-sepoi masuk melalui celah ventilasi
kamarku. Hawa dingin lekat merasuk ke
tulang. Derasnya hujan pagi ini seakan menambah
kemalasanku beranjak dari ranjang. Berulang kali ku atur ulang alarm weker ku,
5 menit ditunda, 10 menit, 15 menit. Hingga tiba saatnya aku
benar-benar harus bangun.
“ Astaga, sudah pukul 6 lewat
10menit, aduh bunda mengapa tak membangunkanku sejak tadi. . huahh. . aku bisa
terlambat. “ kataku panik.
Entah apa yang ada dibenakku, mengapa
aku masih bisa bermalas-malasan sejak tadi, padahal aku sendiri tahu, ini
adalah hari Senin, bahkan aku sudah paham benar hukuman apa yang akan ku
peroleh jika terlambat datang.
Dengan
cepat kuraih handuk yang tergantung di dekat kamar mandi,sehabis mandi aku
menuju meja makan untuk bersegera sarapan. Tak sampai 5 menit, piringku sudah kosong, aku pun pergi ke sekolah.
“
Bun, aku pergi dulu ya. . nanti sepertinya pulang agak terlambat. ,” kataku pada bunda.
“
Iya sayang, hati-hati. . tapi kok pulang telat?” tanya bunda
“
Iya Bun, ada rapat OSIS membahas Pensi sekolah. “ jawabku sambil mencium tangan bunda. “ Baiklah, hati-hati Afii. . J“ kata bunda tersenyum
Akhirnya aku pun tiba di sekolah semenit sebelum
pintu gerbang ditutup.
“ Hai Afi. . “ sapa Zita sambil berlari. “ Hai juga Zit,telat juga ya?” tanyaku
“
Iyanih,ayodeh cepetan…” balas Zita singkat.
Zita
adalah salah satu teman dekatku di kelas X-1. Yah, letak kelas yang tak terlalu
jauh, hanya beda 2 kelas dariku. Aku dan Zita memang sudah lama berteman, kami dulu
satu SMP, walaupun berbeda kelas, aku di kelas B dan dia di kelas D. Adanya kesamaan minat dan hobby membuatku dan Zita
sering berhubungan dan berbincang-bincang
mengenai hoby atau juga pelajaran. Maklum, Zita termasuk anak yang pandai di
kelasnya, lumayanlah menambah relasi sekalian nambah ilmu.
“ Ayo anak-anak lekas rapikan barisan
kalian. . ! Tidak lihat apa sekarang sudah jam tujuh tepat, upacara akan segera
dimulai!!” seru Pak Gino. Pak Gino adalah salah satu guru BK di sekolahku yang
paling rajin menasehati murid-murid. Pak Gino termasuk guru yang
disiplin akan waktu, tak banyak yang berani terlambat kalau sudah Pak Gino yang
bertugas piket, karena jangan harap dapat masuk kelas dengan lancar, terlalu
banyak prosedur yang harus dilalui terlebih dahulu, belum lagi mendengar
pertuah bijaknya yang menguras waktu. Untung
saja, aku tak bertemu dengannya.
Upacara pun
dimulai. Kira-kira 30 menit berlangsung,
dari persiapan upacara, pengibaran bendera, amanat pembina upacara, menyanyikan
lagu wajib, doa, dan akhirnya usai sudah. Upacara selesai. “ Hey Raissa, tunggu aku” teriakku pada salah seorang teman sekelasku. “ Eh Afi, telat ya?” tanya Raissa. “ Iya nih. . antar aku ambil tas dulu ya. “ ajakku
“
Oke…J“ jawab Raissa. Aku dan Raissa langsung pergi ke tempat tasku
berada.
“
Hhh, untung saja masih selamat dari hukuman, entahlah aku heran, kok bisa bisanya aku terlambat.
“ desahku, “ hahahha, dasar, yasudah langsung ke
kelas saja yuk. . “ kata Raissa.
Di perjalanan menuju kelas, aku
terhenti sejenak di depan ruang Bahasa Asing E. Kudapati beberapa anak laki-laki sedang duduk
santai dibawah pohon mangga. Suara tawa diantara mereka terdengar renyah di telingaku.
Sepertinya sedang membicarakan sesuatu yang
menarik, pikirku. Penampilan mereka sama sekali tidak menggambarkan
anak pandai yang hobby belajar, tidak juga menggambarkan anak alim yang rajin
ke Masjid. Ya, biasa saja, gayanya yang
cengengesan, sok keren, dan terkesan sedikit genit.
Lamunanku
terhenti ketika Raissa menyadarkanku. “ hey Afi,kok ngelamun. . ?” Tanya Raissa heran. “ Hmm,enggak ada,hehe. . ayoo jalan lagi” kataku nyengir. “ ahh ngapain kamu merhatiin
anak-anak itu sih. Gak penting lah” kata Raissa. “ Aku hanya penasaran, mengapa mereka terkenal
suka bolos, mengapa mereka bisa-bisanya santai begitu sementara ini sudah
saatnya masuk kelas. “ kataku
“
Udahlah, buat apa ngurusin mereka. “ kata Raissa sambil melanjutkan perjalanan menuju
kelas.
Akhirnya
aku dan Raissa sampai di kelas. Kelasku hari ini ada di ruang Seni. Jam pertama dan kedua adalah pelajaran Seni Rupa. Ya, cukup asik untuk jam pertama di hari Senin. Aku suka menggambar, tapi aku tidak pandai
menggambar L. Aku suka berimajinasi , mengarang cerita dengan
diriku sebagai tokoh di dalamnya. Biasanya aku menyisipkan gambar-gambar di setiap
karanganku.
Usai sudah jam seni budaya hari ini, setelah itu
saatnya belajar Biologi. Bu Sifa, guru Biologi kami memang sudah menyiapkan
kertas soal ulangan Bab Protista. “ Fiuh, semoga bisa jawab deh,
aku Cuma belajar sedikit ni Fi” kata
Raissa. “ hahahha,sudahlah santai saja ,
aku juga gak belajar banyak kok, cuma baca sedikit saja “ kataku, “ Hmm, kamu enak Fi, gak belajar juga bisa
dapat bagus, lha aku, udah belajar mati-matian aja masi dapat nilai standar,” keluh Raissa panjang lebar. “ ha? Enggak lah, mana bisa aku begitu,
syukur-syukur saja kebetulan itu Sa. . “ kataku lagi
“
Keluarkan alat tulis kalian anak-anak, sekarang tidak ada lagi yang sibuk
bicara atau pun belajar, di rumahlah seharusnya kalian belajar. “ jelas Bu Sifa “ Iyaaa bu guru. . “ jawab teman-temanku.
Dua jam yang tak terlalu lama, berlalu
cukup menegangkan dengan suasana kelas yang hening. Pening, memikirkan jawaban
masing-masing. Untuk ulangan kali ini, aku kurang persiapan, banyaknya proposal
yang kubuat membuatku sedikit keteteran membagi waktu antara waktu belajar
dengan waktu mengerjakan tugasku di OSIS. Aku memang terpilih menjadi
Sekretaris OSIS. Awalnya aku sempat tak mau menerima jabatan itu, entah mengapa
kurasa belum bisa memegang tanggungjawab sebesar itu, ditambah lagi padatnya
jadwal pelajaran. Namun, berkat dukungan dan motivasi dari Kak Tama serta
teman-teman, akupun menerimanya dan berusaha bertugas semaksimal mungkin.
Kak Tama adalah ketua OSIS SMA 52 Bandung. Aku
sudah mengenalnya sejak awal masuk SMA. Aku sering bercerita dan meminta saran
padanya. Kak Tama adalah orang yang bertanggungjawab dan konsisten atas semua
prinsipnya. Aku sampai heran, bagaimana bisa ia membagi waktu antara waktu
belajar dengan segudang ekstrakulikulernya. Kak Tama bukanlah orang yang bisa
diremehkan, ia sudah banyak memperoleh juara olimpiade Komputer. Dari segi
akademis MIPA pun, ia tergolong pandai. Kalau soal tampang, yah Kak Tama juga
masuk daftar ‘cowok keren’ di SMA-ku.
Selesai sudah pelajaran hari ini. Lega rasanya,
hari Senin memang terasa lebih panjang. “
Afi, nanti sore antar aku ke Mall yuk, aku mau beli silicon BB baru nih. “ ajak
Raissa antusias. “ Aduuh maaf Sa, aku gak bisa L“ kataku
“
Kenapa? L“ ucap Raissa pelan. Gadis berambut ikal ini
memang manja, ia termasuk melankolis, dan lemah lembut luar biasa. Jadi,
sedikit saja mengecewakannya, reaksinya sedikit berlebihan, benar-benar sedih. Maka
itu, aku selalu berusaha bicara sehalus mungkin agar tidak melukai hatinya. “ Maafkan
aku Raissa Nirmala Nafattih sayang ,aku harus menyebar proposal hari ini, aku
belum tahu sampai jam berapa akan pergi. . lain kali ya Sa L“ jawabku. “ Hmmh, baiklah. . “
ujar Raissa.
“ Afitakilla Ratika Putri, siapa sih
gadis ini, gue penasaran pasti orangnya cantik,namanya aja indah begitu” kata
Pandu pada teman-temannya. “ Ah elu Ndu, semua cewek elu bilang cantik, tapi
belum tentu lah dia cantik, nama itu bisa aja menipu men. Nama elu aja Pandu
Putra Wihandoro, bagus begitu tapi si empunya nama malah ancur-ancuran begini
hahaha” kata Doni. “ Halaah, kalau
memang dia penasaran, biarkan sajalah dia mencari sosok wanita bernama indah
itu. hahahaha” tambah Riko. “ Heloo mann, ini cewek gue yakin cantik, auranya
aja nyampe ke soul gue yang paling dalem nih” balas Pandu. “ Hahhaha, kelas apa sih dia? X-3ya?
besok kita lihat, gimana
cantiknya
pujaan hatinya Pandu haha. “ kata Riko lagi. “ Oke men, kalo asli cantik elu
musti bayarin taruhan gue besok malem. “ tantang Pandu. “ Hah?taruhan balapan
lawan si Johan?ogah ah,udah pasti kalah elu men. . “ balas Doni tertawa. “ Shit
men, terserah elu pada!! udah, gue cabut nyokap daritadi udah nelpon ngebet
ketemu nih” ujar Pandu seraya meninggalkan teman-temannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan berkomentar :)